MODEL BIOLOGI, PSIKOLOGI, SOSIAL, RELIGIUS
& EKOSISTEM
Perilaku manusia adalah aktivitas
yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung. Setiap manusia memiliki perbedaan perilaku yang
disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan,
perbedaan kebutuhan, dan lingkungan yang berbeda dalam mempengaruhinya. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan makhluk yang khas yang memiliki
berbagai potensi yang dapat memengaruhi perilaku mereka. Perilaku manusia
dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti aspek biologis, psikologis, sosial,
spiritual dan ekosistem. Dari seluruh aspek tersebut memiliki korelasi anatara
yang satu dengan yang lainnya.
A.
Model
Biologi
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu
dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing
oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia.
Pentingnya kita memperhatikan pengaruh biologis terhadap perilaku manusia
seperti tampak dalam dua hal berikut.
1.
Telah diakui
secara meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan bukan
pengaruh lingkungan atau situasi.
2.
Diakui pula
adanya faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim
disebut sebagai motif biologis. Yang paling penting dari motif biologis adalah
kebutuhan makan-minum dan istirahat, kebutuhan seksual, dan kebutuhan
untuk melindungi diri dari bahaya.
Warisan biologis
mempengaruhi kehidupan manusia dan setiap manusia mempunyai warisan biologis
yang unik, berbeda dari orang lain. Artinya tidak ada seorang pun di dunia ini
yang mempunyai karakteristik fisik yang sama persis dengan orang lain, bahkan
anak kembar sekalipun. Faktor keturunan berpengaruh terhadap keramah-tamahan,
perilaku kompulsif (terpaksa dilakukan), dan kemudahan dalam membentuk
kepemimpinan, pengendalian diri, dorongan hati, sikap, dan minat. Warisan
biologis yang terpenting terletak pada perbedaan intelegensi dan kematangan
biologis. Keadaan ini membawa pengaruh pada kepribadian seseorang. Tetapi
banyak ilmuwan berpendapat bahwa perkembangan potensi warisan biologis
dipengaruhi oleh pengalaman sosial seseorang. Bakat memerlukan anjuran,
pengajaran, dan latihan untuk mengembangkan diri melalui kehidupan bersama
dengan manusia lainnya.
a.
Faktor Genetik atau Faktor Endogen
Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau
modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik
berasal dari dalam diri individu (endogen), antara lain:
1. Jenis
Ras
Setiap ras di dunia memiliki perilaku yang
spesifik saling berbeda satu dengan yang lainnya. Tiga kelompok ras terbesar,
yaitu:
1)
Ras kulit putih atau ras Kaukasia.
Ciri-ciri fisik : Warna kulit putih,
bermata biru, berambut pirang.
Perilaku yang dominan : Terbuka, senang akan kemajuan, dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
2)
Ras kulit hitam atau ras Negroid.
Ciri-ciri fisik : Berkulit hitam, berambut
keriting, dan bermata hitam.
Perilaku yang dominan : Keramah tamahan, suka gotong royong, tertutup, dan senang dengan upacara ritual.
3)
Ras kulit kuning atau ras Mongoloid
Ciri-ciri fisik : Berkulit kuning, berambut
hitam lurus, dan bertubuh lebih pendek atau kecil dibanding
ras Kukasoid
2. Jenis
Kelamin
Perbedaan
perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan
pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku atas dasar pertimbangan rasional atau
akal, sedangkan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan.
Perilaku pada pria di sebut maskulin sedangkan perilaku wanita di sebut
feminim.
3. Sifat
Fisik
Kalau kita amati perilaku individu
berbeda-beda karena sifat fisiknya, misalnya perilaku individu yang pendek dan
gemuk berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus.
4. Intelegensi
Menurut Terman intelegensi adalah “kemampuan untuk berfikir abstrak” (Sukardi, 1997). Sedangkan Ebbieghous mendefenisikan intelegensi adalah “kemampuan untuk membuat kombinasi” (Notoatmodjo, 1997). Dari batasan tersebut dapat dikatakan bahwa intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu. Oleh karena itu, kita kenal ada individu yang intelegen, yaitu individu yang dalam mengambil keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. Sebaliknya bagi individu yang memiliki intelegensi rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak lambat.
Menurut Terman intelegensi adalah “kemampuan untuk berfikir abstrak” (Sukardi, 1997). Sedangkan Ebbieghous mendefenisikan intelegensi adalah “kemampuan untuk membuat kombinasi” (Notoatmodjo, 1997). Dari batasan tersebut dapat dikatakan bahwa intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu. Oleh karena itu, kita kenal ada individu yang intelegen, yaitu individu yang dalam mengambil keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. Sebaliknya bagi individu yang memiliki intelegensi rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak lambat.
Contoh perilaku yang dipengaruhi
model biologis adalah seseorang yang dilahirkan sebagai seorang laki-laki maka
akan berprilaku seperti laki-laki, mislanya Ali adalah seorang laki-laki, dia
memiliki hobby futsal dan senang terhadap perempuan. Ali juga akan berprilaku
lebih ke arah maskulin dari pada feminim.
B.
Model
Psikologi
Dalam
Psikologi dikenal empat teoti tentang manusia, yaitu Psikoanalisis,
Behaviorisme, Psikologi Kognitif, dan Psikologi Humanistik. Dalam
psikoanalisis, perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis
(Id), komponen psikologis (Ego), dan komponen sosial (Super ego). Id berisi
dorongan-dorongan biologis yang bermuara pada pencapaian kesenangan. Ego
bergerak atas prinsip realitas yang membawa kita pada kenyataan. Super ego
berisi hati nurani yang berlaku sebagai polisis kepribadian. Sementara itu
Behaviorisme menyataan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh peneguhan
(reinforcement), tindakannya atas ganjaran dan hukuman (reward and punisment).
Sementara kemampuan potensialnya untuk berperilaku didapatkan melalui peniruan
(imitation) dalam proses belajar (social learning). Selanjutnya Psikologi
Kognitif melihat manusia sebagai makhluk yang selalu berpikir karena ia
berusaha memahami lingkungannya. Sedangkan Psikologi Humanistik mendasarkan
pandangannya atas dasar asumsi keunikan manusia, pentingnya nilai dan makna.
Psikoanalis
menjelaskan bahwa perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis
(Id), komponen psikologis (Ego), dan komponen sosial (Super ego), contohnya Ali
adalah seorang mahasiswa yang merantau karena uang yang dikirim orang tuanya
belum tentu cukup untuk membiayai hidupnya selama satu bulan maka Ali harus
berhemat, ketika di akhir bulan uang Ali mulai menipis tapi dia belum mendapat
kiriman dari orang tuanya. Suatu hari, Ali merasa perutnya ingin makan lalu ia
pergi mencari warung makan (Id) dan ia berniat ingin membeli ayam goreng tapi
karena keadaan uangnya tidak memungkinkannya untuk membeli ayam goreng (Ego)
maka Ali memutuskan untuk membeli gorengan (Super Ego). Maka dari itu, model
psikologis sangat berpengaruh dalam pengendalian perilaku seseorang.
C.
Model
Sosial
Bagaimana kita
memahami kebutuhan-kebutuhan ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan tempat
kita tinggal. Sebagai akibatnya maka kita mengembangkan
karakteristik-karakteristik yang serupa dengan orang-orang yang berasal dari
latar belakang kebudayaan yang sama. Karakteristik-karakteristik ini berkembang
didalam merespon hukum-hukum sosial yang diciptakan oleh masyarakat sebagai
perwujudan dari keinginan untuk tetap mempertahankan eksistensinya. Menurut
Aclis, kebudayaan memberikan kepada kita suatu “cetak biru perilaku” atau
dengan perkataan lain kebudayaan memberikan pemolaan
terhadap tingkah laku para anggotanya. Pemolaan ini terjadi pada beberapa
tingkatan.
1.
Tingkatan Primer
Tingkatan pemolaan pertama mungkin juga tingkatan yang paling
penting adalah keluarga. Tugas utama keluarga adalah mentransfer kebudayaan
kepada generasi muda yang baru. Semua tata kehidupan dan perilaku dalam kontek
keluarga seperti kedudukan, ekspektasi peranan seseorang (ayah, ibu, anak,
bibi, paman, ipar, dan semua anggota keluarga besar) ditetapkan oleh
kebudayaan. Faktor-faktor lingkungan geografis, ekonomi, kependudukan, dan
nilai sebagainya mempengaruhi pola-pola kehidupan keluarga.
2.
Tingkatan Indoktrinasi Kebudayaan Kedua
Setelah seorang anak mulai menginjak remaja maka dia mulai
memasuki pergaulan dengan teman-teman sebaya diluar keluarga. Sejak saat itu ia
mulai merasakan adanya perbedaan-perbedaan antara keluarga dengan lingkungan
pergaulan dalam kelompok sebayanya. Ia pun muali merasakan adanya konflik dan
perlunya memilih cara-cara yang dianggapnya lebih baik. Kesukaran menentukan
pilihan dapat diperberat oleh adanya proses internalisasi yang biasanya
disertai dengan warna emosional yang mempengaruhi cara-cara berpikir dan
bertindaknya yang telah menjadi atau membentuk kebiasaan yang dapat diterima
oleh lingkungan keluarga atau lingkungan kelompok sebayanya dan juga telah
menjadi bagian dari hidupnya.
3.
Tingkatan Indoktrinasi Ketiga
Datang dari institusi-institusi yang dibentuk oleh masyarakat,
sekolah, pemerintahan, dan lembaga-lembaga keagamaan mengajarkan kepada orang
cara-cara bertingkah laku yang dianggap baik dan diterima. Selama masyarakat
masih sederhana dan hanya terdiri dari satu kelompok kebudayaan, maka
kebudayaan tidak terlampau sulit. Masyarakat berapapun besarnya cenderung
semakin kompleks dan terdiri dari berbagai kelompok kebudayaan yang
berbeda-beda, yang masing-masing memiliki sistem nilai, aturan-aturan dan
standar tingkah lakunya sendiri. Seorang individu yang merupakan anggota
kelompok kebudayaan kecil yang berada dalam kebudayaan masyarakat yang lebih
besar, dalam beberpa hal harus dapat mengadaptasikan diri terhadap
ekspektasi-ekspektasi dan tuntutan-tuntutan dari kebudayaan, yaitu kelompoknya
dan kelompok kebudayaan yang lebih luas.
Model sosial memang tak dapat dipungkiri sangat berpengaruh
dalam pembentukan perilaku seseorang, misalnya Ali berteman dengan Anggi
seorang mahasiswa berprestasi, karena pertemanan Ali dan Anggi sangat dekat,
maka lambat laun Ali akan terpengatuh oleh Anggi yang rajin dan pintar.
D.
Model
Religius
Model religius adalah salah satu faktor pembentuk tingkah laku
individu, yang mana pada saat seseorang mempercayai suatu kepercayaan, perilaku
seseorang akan dikontrol oleh nilai-nilai, norma, dan aturan yang terdapat
didalam kepercayaan tersebut. Didalam model religius terkandung harapan bahwa
seseorang yang menganut suatu pandangan teologis tertentu akan mengikuti
kebenaran dari ajaran-ajaran tertentu, yang mana didalamnya terdapat komitmen
dan konsekuensi tertentu sehingga akan memunculkan tingkah laku tertentu dan
pembentukan citra pribadinya. Dalam setiap kepercayaan selalu berisi mengenai
hal-hal baik, sehingga seseorang mempercayai sesuatu akan menunjukkan perilaku
baik.
Melalui model religius diajarkan bahwa hidup adalah untuk
memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk mencapai
tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan terus menerus. Model
religius yang ditanamkan kepada seseorang sejak kecil akan terus berpengaruh
hingga dewasa, nilai-nilai moral yang ditanamkan terutama oleh orang tua akan
berdampak pada perilaku yang dimunculkan oleh seseorang. Seorang akan mencoba
melakukan hal-hal baik seperti yang diharapkan dalam kepercayaan dan
menghindari bahkan membentuk suatu proteksi terhadap hal-hal yang tidak
dikehendaki oleh kepercayaan. Sehingga model religius dapat berfungsi sebagai
pengembangan kepribadian dan tingkah laku seseorang.
Model religius dapat menjadi pengendali manusia dalam bertingkah
laku di dalam masyarakat agar tetap sesuai dengan sistem nilai masyarakat di
sekitarnya, namun karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan
konsekuensi penting dalam suatu kepercayaan atau agama. Akibatnya masyarakat
makin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi
dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekuler
semakin meluas. Watak masyarakat sekuler tidak terlalu menanggapi suatu
kepercayaan atau agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terdapat
didalamnya. Pada umumnya, kecenderungan sekulerisasi ini mempersempit dan
membatasi ruang gerak kepercayaan dan keagamaan dalam hal-hal tertentu dan
khusus saja. Sehingga sering kali perilaku yang dimunculkan oleh seorang
individu tidak lagi berdasarkan ajaran dan nilai kepercayaan yang tentu saja
berpengaruh dalam kehidupan sosial seseorang, karena perilaku yang dimunculkan
bukanlah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat sehingga dianggap sebagai seseorang
yang menyimpang dari ajaran agama.
Contoh model religius terhadap perilaku seseorang adalah jika
seseorang yang taat beribadah maka ia akan berprilaku baik dan sesuai dengan
kepercayaan yang di anutnya misalnya Ali adalah seorang mahasiswa yang beragama
islam, ia rajin mengerjakan sholat lima waktu, sedekah, membaca al-qur’an dan
lain sebagainya, maka ia akan berprilaku baik, sopan dan tentunya pasti akan
lebih terarah.
E.
Model
Ekosistem
Pembentukan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh faktor personal
dan situasional. Faktor situasional yang merupakan faktor penting dalam
terbentuknya tingkah laku seseorang, salah satunya adalah model ekosistem. Gaya
hidup dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana manusia
hiudp yaitu apakah didaerah pesisir, pegunungan, atau daratan. Adanya perbedaan
lokasi dimana tinggal dan berkembang akan menghasilkan perilaku yang berdeda.
Perilaku manusia selain disebabkan faktor lingkungan juga disebabkan faktor
internal. Artinya manusia dapat mempengaruhi lingkungan dan lingkungan dapat
dipengaruhi manusia.
Kamu determinisme lingkungan sering menyatakan bahwa keadaan
mempengaruhi gaya hidup dan perilaku. Sebagian pandangan mereka telah diuji
dalam berbagai penelitian, seperti efek temperatur pada tingkat kekerasan,
perilaku interpersoanal, dan suasana emosional.
Ekosistem itu sendiri terdiri dari keadaan geografis, iklim,
fauna, dan flora, misalnya penduduk yang hidup di dekat sungai yang banyak ikan
maka perilaku yang fungsional dan diperkuat adalah mencari ikan uang efektif,
cara itu dikomunikasikan kepada sesama anggota, kemudian menjadi kebiasaan
kelompok atau menjadi budaya didaerah tersebut. Dengan demikian, ekosistem
berperan dalam membentuk tingkah laku dan budaya, yang mana setiap daerah dengan
ekosistem yang berbeda akan memiliki tingkah laku yang berbeda.
Model ekosistem secara khusus membentuk cara pandang anggota
terhadap lingkungannya dan membentuk budaya. Budaya itulah yang meliputi suatu
peristiwa dan diberi nama, dihubungkan dengan kategori yang lain, dengan norma,
atauran, konsep diri, dan nilai. Jika aspek tersebut dipakai bersama angota
yang lain maka ia menjadi budaya, tetapi ketika tetap menjadi milik individu
maka ia menjadi kepribadian. Kebudayaan dan kepribadian berhubungan dengan perilaku.
Ekosistem masyarakat pertanian misalnya, membentuk kebersamaan.
Seseorang yang tidak mau mengikuti aturan bersama akan tersisih dan tidak dapat
survive. Akhirnya, sosialisasi budaya pertanian lebih menekankan pada
ketergantungan, tanggung jawab, dan konformitas. Sosialisasi itu membentuk
jenis kepribadian tertentu yang akan berpengaruh pada perilaku sosial orang
itu. Sehingga, ekosistem menciptakan kondisi untuk membentuk kepribadian yang menentukan pola perilaku.
Contoh model ekosistem dapat mempengaruhi perilaku seseorang
adalah orang yang tinggal di pesisir pantai dengan orang yang tinggal di daerah
pegunungan akan memiliki perbedaan dalam berprilaku, misalnya orang yang
tinggal dipesisir pantai terbiasa dengan gaya bicara yang keras karena
kebiasaan itu maka akan menjadikan orang yang tinggal di pesisir pantai
berbicara seperti berteriak.
DAFTAR PUSTAKA
http://syahnova.blogspot.com/2013/09/mempengaruhi-sikap-dan-perilaku.html
diakses pada
tangga l 3 September 2014
Achlis.
1995. Studi Perilaku dan Lingkungan
Sosial Manusia. Bandung: Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan
Sosial.
http://deslanikn.blogspot.com/2011/07/teori-perilaku-psikologi.html
diases pada tanggal 8 September 2014
http://ulfamr.wordpress.com/2012/11/26/manusia-dan-lingkungan/
diakses pada tanggal 7 september 2014
http://psikologi2009.wordpress.com/2012/10/21/psikologi-agama-bukan-pengubah-perilaku-moral-manusia/
diakses pada tanggal 7 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar